Selasa, 13 Januari 2009

Jual Beli Saham dalam Pandangan Islam

JUAL BELI SAHAM DALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh : Muhamad Ridwan [Mahasiswa UIN Jakarta FITK-PBA]

Ketika kaum muslimin hidup dalam naungan sistem Khilafah, berbagai muamalah mereka selalu berada dalam timbangan syariah (halal-haram). Khalifah Umar bin Khaththab misalnya, tidak mengizinkan pedagang manapun masuk ke pasar kaum muslimin kecuali jika dia telah memahami hukum-hukum muamalah. Tujuannya tiada lain agar pedagang itu tidak terjerumus ke dalam dosa riba. (As-Salus, Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah, h. 461).

Namun ketika Khilafah hancur tahun 1924, kondisi berubah total. Kaum muslimin makin terjerumus dalam sistem ekonomi yang dipaksakan penjajah kafir, yakni sistem kapitalisme yang memang tidak mengenal halal-haram. Ini karena akar sistem kapitalisme adalah paham sekularisme yang menyingkirkan agama sebagai pengatur kehidupan publik, termasuk kehidupan ekonomi. Walhasil, seperti kata As-Salus, kaum muslimin akhirnya hidup dalam sistem ekonomi yang jauh dari Islam (ba’idan ‘an al-Islam), seperti sistem perbankan dan pasar modal (burshah al-awraq al-maliyah) (ibid., h. 464). Tulisan ini bertujuan menjelaskan fakta dan hukum seputar saham dan pasar modal dalam tinjauan fikih Islam.

Zaman modern ini mengenal satu bentuk kekayaan yang diciptakan oleh kemajuan oleh bidang industri dan perdagangan di dunia, yang disebut “Saham dan Obligasi”. Saham dan Obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khusus yang disebut “Bursa Kertas-kertas Berharga”. Kertas-kertas berharga ini diberi nama “Nilai Terbawa” dan mengenakan pajak atas pendapatannya yang selalu mengalir, disebut “Pajak Pendapat atas Nilai Terbawa” bahkan sebagian lain menghendaki agar pajak juga dikenakan atas saham itu sendiri berdasarkan bahwa pajak adalah pajak atas kekayaan.1

Saham adalah hak pemilikan tertentu atas kekayaan satu perseorangan terbatas atau atas penunjukan atas saham tersebut. Tiap saham merupakan bagian yang sama kekayaan itu. Obigasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan atau pemerintah kepada pembawanya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu pula.

Menurut KH. M. Shiddiq al-Jawi, Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Dalam Keppres RI No. 60 tahun 1988 tentang Pasar Modal, saham didefinisikan sebagai "surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang atau Staatbald No. 23 Tahun 1847)." (Junaedi, 1990). Sedangkan obligasi (bonds, as-sanadat) adalah bukti pengakuan utang dari perusahaan (emiten) kepada para pemegang obligasi yang bersangkutan (Siahaan & Manurung, 2006).



Hukum Jual Beli Saham

Dalam Bukunya DR. Husyein Assyahtah dan DR. Atthiyah Fayyadh dari Mesir dengan judul “Addubatus Sari’iyyati littamal fii Suqi rrouqi Maaliyah” yang telah ditransliterasi kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Bursa Efek: Tuntunan Islam dalam Transaksi Pasar Modal” . Saham adalah kertas yang merepresentasikan hak pemiliknya dalam kepemilikan sebagian dari persuahaan dan memberikannya hak untuk ikut serta dalam mengatur perusahaan, baik dengan jalan keanggotaannya dalam dewan umum pemegang saham, atau dengan jalan dewan komisaris. Saham tersebut juga memberikan bagian keuntungan berdasarkan rasio saham yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut jika ada keuntugannya, serat ikut menanggung kerugian sebagian nisbah penanaman sahamnya jika perusahaan tertimpa kerugian, dan dan pemilik saham juga berhak atas hasil akhir perusahaan ketika perusahaan tersebut dilikuidasi.

Dari segi boleh atau tidaknya bertransaksi dengannya, saham terbagi menjadi tiga:

  1. Saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal yang halal dan baik, modalnya bersih dari riba dan suci dari harta kotor, serta tidak memberikan salah satu pemegang sahamnya keistimewaan materi atas pemegang saham lainnya.

  2. Saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal yang diharamkan dan menjijikkan, ataupun modalnya merupakan harta haram darimanapun asalnya, atau perusahaan tersebut memberikan keistimewaan materi bagi sebagian pemegang saham seperti keistimewaan dalam bentuk pengembalian modal lebih dahulu ketika perusahaan dilikuidasi atau keistimewaan atas hak tertentu dalam keuntungan (deviden)

  3. Saham perusahaan yang operasionalnya bercampur antara yang halal dan yang haram.



Hukum syar’i atas masing-masing jenis saham tersebut antara lain:

  1. Saham perusahaan yang beroperasi dalam hal-hal yang halal dan baik, bersih dari hal-hal kotor dalam operasinya maupun produksinya. Menanam saham dalam perusahaan seperti itu adalah boleh secara syar’i, bahkan sangat dianjurkan (sunnah) karena adanya manfaat yang diraih dan kerusakan yang bisa dihindari dengan saham tersebut. Perdagangan (jual-beli) saham-saham tersebut, aktivitas mediator, publikasi sham dan pendaftarannya serta ikut memperoleh bagian dari keuntungannya, semua itu diperbolehkan. Dalil yang menunjukkan atas kebolehan semua itu adalah semua dalil yang menunjukkan diperbolehkannya aktivitas tersebut. Islam tidak melarang adanya bentuk-bentuk administrasi barudan manajemen baru yang diterapkan di dalam aktivitas yang diperbolehkan.

  2. Saham perusahaan yang beraktifitas dalam hal-hal yang diharamkan, seperti perusahaan minuman keras, baik produsen, distributor ataupun pengimpor, perusahaan yang memproduksi daging babi, dll, telah dinash oleh syar’i atas Keharamannya.

  3. Saham perusahan yang bercampur antara halal dan haram, seperti jika aktivitas dan modal perusahaan tersebut dan modal perusahaan tersebut halal, hanya saja perusahaan tersebut memakai pinjaman ribawi untuk mendanai sebagaian aktivitasnya, atau operasi perusahaan tersebut berdasarkan akad-akad yang haram.



Perbedaan Pendapat Para Fuqoha tentang Hukum Jual Beli Saham

Dalam hal ini para fuqoha (ahli hukum Islam) kontemporer berbedaan pendapat dalam hal sejauhmana kebolehnnya, antara lain:

  1. Ulama al-wara’ dan attahawuth (hati-hati) melarang ikut andil dalam perusahaan-perusahaan tersebut atau berinteraksi dengannya dalam bentuk apapun sebagai bentuk pemenangan perkara yang haram atas yang halal, karena sesuatu yang halal dan yang haram jika berkumpul maka dimenangkan yang haram.

  2. Sebagian ulama faqih seperti beberapa ulama salafus salih membolehkan dengan kadar keharamannya lebih sedikit dari kehalalannya.
    Ibnu Najim Al-Hanafi mengatakan:
    “Jika dalam suatu negara/wilayah apabila bercampur antara halal dan haram maka boleh membeli hal tersebut kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwa barang tersebut haram”. Imam An-Nawawi mengatakan: “Percampuran antara yang haram tak terhitung dengan yang halal yang terbatas dalam suatu negeri tidak menjadikan pembelian dalam negeri tersebut haram, bahkan boleh mengambil daripadanya kecuali jika dalam sesuatu tersebut terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa sesuatu tersebut termasuk haram”. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Jika dalam hartanya ada yang halal dan ada yang haram, maka dalam bermuamalah dengan mereka terdapat syubhat, tidak dihukumi haram kecuali jika diketahui dia memberikan sesuatu yang haram untuk diberikan dan tidak dihukumi halal kecuali jika dieketahui bahwa yang diberikan adalah halal…”. Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan: “Bercabang dari hal ini permasalahan bertransaksi dagang dengan seseorang yang dalam hartanya ada harta halal dan haram yang bercampur, namun harta halalnya lebih banyak, maka boleh bertransaksi dagang dengannya dan memakan hartanya”.



Jual Beli Saham dalam Pasar Modal Menurut Islam

Para ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya. Dalil yang mengharamkan jual beli saham perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan segala aktivitas tersebut. (Syahatah dan Fayyadh, Bursa Efek : Tuntunan Islam dalam Transaksi di Pasar Modal, hal. 18; Yusuf As-Sabatin, Al-Buyu’ Al-Qadimah wa al-Mu’ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah, hal. 109).

Namun mereka berbeda pendapat jika saham yang diperdagangkan di pasar modal itu adalah dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha halal, misalnya di bidang transportasi, telekomunikasi, produksi tekstil, dan sebagainya. Syahatah dan Fayyadh berkata,"Menanam saham dalam perusahaan seperti ini adalah boleh secara syar’i...Dalil yang menunjukkan kebolehannya adalah semua dalil yang menunjukkan bolehnya aktivitas tersebut." (Syahatah dan Fayyadh, ibid., hal. 17).

Tapi ada fukaha yang tetap mengharamkan jual beli saham walau dari perusahaan yang bidang usahanya halal. Mereka ini misalnya Taqiyuddin an-Nabhani (2004), Yusuf as-Sabatin (ibid., hal. 109) dan Ali As-Salus (Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah, hal. 465). Ketiganya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya tidak Islami. Jadi sebelum melihat bidang usaha perusahaannya, seharusnya yang dilihat lebih dulu adalah bentuk badan usahanya, apakah ia memenuhi syarat sebagai perusahaan Islami (syirkah Islamiyah) atau tidak.

Aspek inilah yang nampaknya betul-betul diabaikan oleh sebagian besar ahli fikih dan pakar ekonomi Islam saat ini, terbukti mereka tidak menyinggung sama sekali aspek krusial ini. Perhatian mereka lebih banyak terfokus pada identifikasi bidang usaha (halal/haram), dan berbagai mekanisme transaksi yang ada, seperti transaksi spot (kontan di tempat), transaksi option, transaksi trading on margin, dan sebagainya

Taqiyuddin an-Nabhani dalam An-Nizham al-Iqtishadi (2004) menegaskan bahwa perseroan terbatas (PT, syirkah musahamah) adalah bentuk syirkah yang batil (tidak sah), karena bertentangan dengan hukum-hukum syirkah dalam Islam. Kebatilannya antara lain dikarenakan dalam PT tidak terdapat ijab dan kabul sebagaimana dalam akad syirkah. Yang ada hanyalah transaksi sepihak dari para investor yang menyertakan modalnya dengan cara membeli saham dari perusahaan atau dari pihak lain di pasar modal, tanpa ada perundingan atau negosiasi apa pun baik dengan pihak perusahaan maupun pesero (investor) lainnya. Tidak adanya ijab kabul dalam PT ini sangatlah fatal, sama fatalnya dengan pasangan laki-laki dan perempuan yang hanya mencatatkan pernikahan di Kantor Catatan Sipil, tanpa adanya ijab dan kabul secara syar’i. Sangat fatal, bukan?

Maka dari itu, pendapat kedua yang mengharamkan bisnis saham ini (walau bidang usahanya halal) adalah lebih kuat (rajih), karena lebih teliti dan jeli dalam memahami fakta, khususnya yang menyangkut bentuk badan usaha (PT). Apalagi, sandaran pihak pertama yang membolehkan bisnis saham asalkan bidang usaha perusahaannya halal, adalah dalil al-Mashalih Al-Mursalah, sebagaimana analisis Yusuf As-Sabatin (ibid., hal. 53). Padahal menurut Taqiyuddin An-Nabhani, al-Mashalih Al-Mursalah adalah sumber hukum yang lemah, karena kehujjahannya tidak dilandaskan pada dalil yang qath’i (Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III (Ushul Fiqih), hal. 437).



Kesimpulan :

Sesungguhnya Pasar Modal itu halal jika bertujuan untuk mempertemukan antara pengusaha yang memerlukan modal dengan investor yang kelebihan uang, sehingga sektor real bisa bangkit. Dengan cara ini, maka produksi, baik barang maupun jasa bisa meningkat untukk memenuhi kebutuhan masyarakat, serta membuka lapangan kerja bagi banyak orang. Hal seperti itu halal, dengan catatan tidak ada gharar (penipuan) atau riba yang mengurangi hak dan merugikan investor.

Kita memang tidak bisa mengklaim sebagai yang paling benar, tapi sesungguhnya Al Qur'an itu tidak ada keraguan bagi orang yang takwa serta mentaati Nabi itu adalah perintah dari Al Qur'an. Al Qur'an dikenal juga sebagai Al Furqon, yang membedakan mana yang haq dengan yang bathil. Untuk itu, kita harus berpedoman pada Al Qur'an dan Hadits, bukan cuma berdasarkan pendapat kita sendiri.

Ada yang berpendapat jual-beli saham halal karena dalam hal muamalah sesuatu itu halal kecuali ada dalil yang melarangnya. Dalam hadits Nabi, kita mengetahui bahwa berserikat membentuk perusahaan antara pengusaha dan investor itu sudah ada di zaman Nabi dan dibolehkan. Pada zaman Nabi, tidak ada investor yang memperjual-belikan sahamnya, oleh karena itu tidak ada "larangan" untuk jual-beli saham. Tapi adakah itu berarti jual-beli saham halal?

Kenapa jual-beli barang biasa misalnya kebutuhan pokok seperti beras, ikan, atau pakaian halal meski spekulasi bisa terjadi (walau sedikit dan ini juga dilarang dalam Islam) halal, sementara jual-beli saham haram? Karena manfaat yang pertama lebih besar ketimbang bahayanya. Tanpa jual-beli seperti beras, kehidupan tidak akan berjalan. Rakyat tidak bisa makan kecuali dia menanam atau membuat sendiri. Tapi tanpa jual-beli saham, orang tetap bisa hidup tanpa ada gangguan sedikitpun. Bahkan hal itu lebih bermanfaat, karena dia bisa mengerjakan sesuatu yang real.

Charlie Sheen yang berperan sebagai Bud Fox, pialang saham muda yang mengagumi Gordon Gekko (master pemain saham yang licik), dinasehati ayahnya (Martin Sheen) di dalam film Wall Street agar berusaha/bekerja dengan tangannya untuk menghasilkan produk yang nyata, ketimbang bermain saham yang tak menghasilkan apa-apa kecuali uang dari orang lain.

Dalam satu hadits, Nabi juga berkata bahwa sesungguhnya Allah mencintai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri. Bukan orang yang cuma duduk-duduk saja membeli saham sambil berharap suatu saat dapat capital gain.

Jual-beli saham juga bertentangan dengan konsep Syarikat Islam. Dalam konsep Syarikat Islam, orang-orang yang bekerjasama membentuk perusahaan, baik pengusaha atau pun investor saling mengenal dan terikat kontrak yang jelas. Konsepnya mungkin hampir mirip pada perusahaan join venture modern.

"Dari Saib Al Makhzumi ra: Dia adalah syarikat (partner bisnis) Rasulullah SAW ketika belum menjadi Rasul. Setelah peristiwa Fathu Mekkah, Nabi berkata: "Selamat datang saudaraku dan syarikatku" (HR Imam Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah)

Begitulah konsep persekutuan bisnis dalam Islam. Sesama partner saling mengenal. Kalau dalam jual-beli saham, para partner bisnis mayoritas majhul atau tidak dikenal. Saking liquid-nya, pemegang saham satu perusahaan bisa berubah-rubah baik jumlah mau pun orangnya. Seorang Liem Sioe Liong atau James Riady (pemilik perusahaan yang asli), boleh dikata tidak mengenal para investor yang membeli saham-nya lewat Bursa Saham di pasar sekunder. Mana yang lebih baik, sistem Islam atau sistem Kapitalis?

Ada yang berpendapat bahwa semua itu tergantung niat. Jika niatnya membeli saham untuk investasi, maka jual-beli saham di pasar sekunder halal. Jika spekulasi, maka haram. Semudah itukah?

Jika niatnya memang investasi, tentu dia akan menyerahkan modalnya langsung kepada pengusaha yang memerlukan modal baik langsung atau di pasar perdana (IPO). Tapi jika menyerahkan uangnya kepada pemilik saham yang menjual sahamnya (spekulan) di pasar sekunder, itu sama saja dengan spekulasi. Ini mengakibatkan uang hanya beredar di antara sesama pemilik uang seperti yang disebut di atas.

Niat seperti itu jika tidak dilakukan dengan cara yang benar, sama saja dengan bersedekah pada orang berduit yang kemudian memakainya untuk berjudi atau bermaksiat. Jika dia sudah mengetahui hal itu tapi tetap melaksanakannya, sungguh dia telah tolong-menolong dalam kemaksiatan seperti yang disebut dalam Al Qur'an.

Jual beli saham terjadi selain karena emitennya performance-nya kurang baik, mungkin juga disebabkan adanya kecurangan dari emiten sehingga para investor tidak bisa mendapatkan keuntungan yang layak, kecuali dari capital gain lewat jual-beli saham di pasar sekunder. Bayangkan, ada satu perusahaan besar dengan banyak produk yang dipakai luas di masyarakat, tapi hanya memberikan deviden sebesar 2,3% saja per tahun dari nilai pasar yang ada jika kita membelinya. Itu berarti jika kita membeli saham itu, maka pokok modal kita akan kembali setelah lebih dari 40 tahun! Padahal Direksinya bergaji puluhan juta rupiah per bulan, demikian pula pemilik perusahaan tersebut.

Islam punya konsep sendiri. Hal dari Barat bisa diterima jika memang tidak bertentangan dan sesuai dengan sumber ajaran Islam, yaitu Al Qur'an dan Hadits. Wallahu a’lam.




1 Lihat “Dzara’ib ‘ala Ra’s al-Mal” dari kitab Mawardi ad-Daula, karangan Sa’ad Mahir Hamzah, halaman 180

2 komentar:

  1. subhanallah,, konkrit penjabaranya,, ini yg saya cari2.. terima kasih

    BalasHapus
  2. www.kaya.zz.mu

    KAYIN.CO Team bekerja pada bisnis jasa professional perdagangan di pasar modal dunia, khususnya transaksi logam mulia “Gold” terhadap dolar Amerika. Transaksi jual dan beli dilakukan pada perusahaan-perusahaan pialang futures dunia yang terdaftar dan legal. Perbedaan utama dari perdagangan ini adalah tidak perlu melibatkan fisik "Gold" dan modal senilai harga pokoknya. Hanya menyediakan sedikit modal sebagai jaminan kepemilikan. Contoh DP (Down Payment) untuk membayar sebuah real estate. Walaupun hanya DP saja, namun tetap memiliki hak penuh mendapatkan keuntungan dari selisih harga saat terjadi fluktuasi. Hal inilah memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan puluhan kali lebih besar daripada modal jaminan yang disetorkan.

    Lalu bagaimana caranya agar dapat melakukan transaksi yang benar serta masuk akal untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan tersebut. KAYIN.CO Team mengajak beberapa Investor dari Anda yang tertarik sebagai penjamin kepemilikan transaksi "Gold", dan mempercayakan sepenuhnya seluruh transaksi pada sistem yang akan bekerja secara otomatis dengan program EA (Expert Advisor). Berdasarkan metode “ReversalTrend”. Uraian tentang strategi untuk mendapatkan keuntungan maksimal dengan modal minimal, serta perbandingan resiko bila menang dan kalah dalam satu tahun, akan dijelaskan melalui proposal dibawah ini.

    Semua dana Investor sepenuhnya digunakan hanya sebagai modal awal dalam sistem perdagangan ini. Minimal $1.000 untuk setiap account. (Untuk minimum account tidak dibatasi, namun lebih banyak account baru diperdagangkan pada setiap awal bulan, maka profit yang didapat akan lebih stabil dan menjamin semua resiko akan terbayar). Account yang terdaftar dan rekening bank untuk withdrawal, semuanya sesuai nama ID Investor. Penting: Perusahaan pialang hanya akan mencairkan withdrawal pada rekening bank yang sesuai dengan nama ID Investor. KAYIN.CO adalah jasa independen bukan bagian dari perusahaan pialang.

    Investor tidak perlu membayar biaya apapun, termasuk R&D sistem EA dan operasionalnya. Karena seluruh biaya telah dibayar oleh pihak KAYIN.CO Team.

    Setiap usaha apapun selalu ada resiko untuk mencapai hasil. Terlebih lagi bidang usaha di pasar modal yang menganut hukum “High Risk High Return”. Solusinya adalah dengan “Ilmu Probabilitas”, yaitu resiko akan menjadi kecil atau hilang, apabila semakin banyak kehadiran dalam setiap peluang. Sesuai nasehat ahli ekonomi "Jangan letakkan semua telur dalam sebuah keranjang". Maka transaksi dibagi dalam beberapa account dan waktu yang berbeda. Strategi yang akan dijalankan adalah:


    www.kayainstan.com/proposal.html

    BalasHapus